Jumat, 08 November 2013

Sepucuk Surat untuk angin

Semakin hari, hati semakin tak menentu. Hanya saja aku berusaha untuk mengendalikan diri. Setiap harinya aku merasa semakin mengharapkanmu. Berharap kau benar-benar menjadi imamku kelak. Semakin hari ada kerinduan yang tak bisa aku lukiskan dengan cat jenis apapun. Setitik kerinduan untuk selalu ada di dekatmu, bersamamu, dalam bimbinganmu. Aku merindukanmu, merindukan waktu yang semoga memang dituliskan untuk kita. Ya.. Mungkin aku terlalu berharap, tapi itulah adanya. Aku ingin bersamamu. Hanya bersamamu. Aku ingin lengan kokohmu memeluk tubuh ringkih ini. Pikiranku selalu mengatakan bahwa pelukkanmu adalah pelukkan paling nyaman yang akan aku rasakan kelak. Aku benar-benar ingin bersamamu. Semoga takdir benar-benar berpihak pada kita. Itulah pesan yang sering aku kirimkan padamu, yang selalu aku tuliskan dalam catatanku, yang sering aku gumamkan di waktu menjelang tidurku, yang selalu aku panjatkan dalam doa-doa lirihku. Kau adalah yang terindah dan akan selalu menjadi yang terindah. Meski kerap kali kau membuatku kesal, membuatku putus asa, membuatku marah, dan lain sebagainya, tapi cinta membuatmu selalu tampak indah. Kau selalu menjadi impianku, meski aku terlambat menyadari itu. Seperti apapun dirimu, kau begitu berarti bagiku. Adakalanya aku benci kepadamu saat kau tak sedikitpun menunjukkan perhatianmu lewat pesan-pesan singkat atau celotehanmu dalam telepon, padahal aku begitu menginginkannya. Tapi lagi-lagi cinta membuatku berusaha untuk memahamimu, mendalami hatimu, dan memaklumi itu sampai kebencian yang kurasakan sirna dan berlalu. Cinta membuatku percaya bahwa sejauh apapun kau pergi, dia akan menuntunmu kembali padaku. Aku mengagumi semua hal yang berkaitan denganmu. Aku ingin—dan memang hanya ingin—dirimu selalu bersamaku. Seperti yang pernah kau katakan bahwa aku hanya tinggal menunggu waktu, menunggu tanggal main dimana saat yang aku nantikan akan kau wujudkan. Aku akan menunggu, sebisa aku mampu. Lagi-lagi aku berkata, semoga takdir benar-benar merestui kita. Tulisan ini memang tak akan pernah sampai padamu, tapi aku yakin cinta yang aku rasakan atasmu akan selalu ada bersamamu..



Sederet tambahan….
Deretan kalimat di atas adalah apa yang aku ingin kirimkan padamu, yang sempat aku utarakan padamu lewat udara. Hanya satu yang bisa aku kirimkan, walau sebenarnya ada banyak yang bisa aku kirimkan. Tapi inilah yang aku anggap mewakili hatiku dulu.

Ada beberapa deret kata yang diungkapkan Gandhi yang aku kutip dari sebuah media cetak entah terbitan kapan, yang jelas aku mengutipnya tanggal 02 Februari 2010, tepatnya hari Selasa. Gandhi bilang, ‘Cinta tidak pernah menuntut, cinta selalu memberi. Cinta selalu menderita, tanpa pernah meratap, tanpa pernah mendendam.’ Aku berusaha memaknai cinta seperti Gandhi. Kulepaskan semua tuntutan, semua dendam, dan semua kebencian yang beberapa waktu terakhir ini aku imajinasikan atas dirimu. Aku tidak lagi menunggumu. Tapi  jika suatu saat takdir menuntun dirimu padaku, syukurku mungkin tak akan pernah berhenti. Selamat berjalan di jalan yang berbeda. Entah kapan kita akan kembali dipertemukan. Satu janji yang baru bisa aku tepati saat surat ini sampai padamu. Rectoverso…. Sengaja aku simpan surat ini di halaman tempat kisah dengan judul Selamat Ulang Tahun berada, aku belum sempat mengucapkan selamat ulang tahun padamu…. Mungkin terlambat, tapi jauh hari sebelum 27 Maret mengalir bersama darahmu doa telah kupanjatkan pada-Nya. Semoga kebahagian selalu bersamamu. Satu hal lagi yang ingin aku sampaikan padamu, aku—selamanya—akan selalu menyimpan namamu dalam hatiku…. Bagiku kau tetap yang terindah…


-tita-

Tidak ada komentar: